PERSAHABATAN
TAKKAN PERNAH TERPUTUS
Sahabatku…
Perjuangan tak pernah putus karena
diikat dengan rantai iman
Mujahid tak keseorangan karena diikat
dengan rantai ukhuwah
Istiqamah dalam perjuangan sebagai
bukti keimanan
Semoga ikatan ukhuwah ini terbina Selamanya
Sasha seketika itu berbalik, sinaran
bola mata dengan senyuman indah tak terbayangkan berada dihadapannya saat ini. Kenangan masa
lalu pun muncul entah bagaimana.
“Sasha! Papa dan mama ingin kamu masuk
ke pondok pesantren nak…”
Sasha yang saat itu sedang melukis
hanya menatap kedua orang tuanya dan langsung melanjutkan lukisannya.
Pak Robi (Papa Sasha) yang heran pun
bertanya “Kamu gak kaget nak??” Sambil tetap
melukis Sashapun menjawab “Untuk apa kaget Pa??”. Ibu Ningsih (Mama
Sasha) mencoba memperjelas “Mama dan Papa ingin Sasha bisa lebih bergaul, namun
terkontrol. Sasha terlalu pendiam dan cuek nak. Dan kalau Sasha gak bergaul,,
itu akan buruk buat Sasha nak! Mama Papa akan nganter Sasha minggu depan
insyaallah”. Untuk pertama kalinya dalam percakapan tersebut Sasha meletakkan
kuasnya dan menatap tajam kedua orang tuanya sambil berfikir dan menjawab “Iyy,
pa ma”. Sashapun langsung bangkit dari tempat duduknya dan langsung
meninggalkan kedua orang tuanya sambil membawa perlengkapan melukisnya.
“Inilah pondok pesantren Al-Amin nak,
menurut kamu gimana??”. Tiba-Tiba bu Ningsih dan Pak Robi yang sedang berdiri
di depan PonPes tersebut bertemu dengan sahabat lamanya yaitu Pak Fatih dan Ibu
Rahma. Merekapun bercakap-cakap sambil melepaskan rasa rindu, yang sudah lama
tak bertemu. Ternyata Pak Fatih dan Ibu Rahma mempunyai seorang anak yang
bernama Nazifa yang juga bersekolah di PonPes. Dia begitu lembut, baik dan
sopan. Orang tua Sashapun tertarik pada sifat yang dimiliki Nazifa dan berharap
Nazifa dapat bersahabat dengan Sasha. Nazifa begitu senang mendengarnya dan
langsung menganggap Sasha menjadi sahabat baiknya.
Hari itu adalah hari pertama Sasha
tinggal di PonPes Ia tidur bersama Nazifa, Syifa dan Ainun dalam satu kamar. Sasha merasa sangat asing saat tinggal di pondok.
Kehidupannya berubah dari segala segi, ia harus mengantri makan, minum, mandi
dll. Bahkan Sasha sering terlambat ke sekolah karena belum bisa mengatur waktu
dengan baik, dia merasa sangat terpuruk disana. Diwaktu liburpun dia melukis
sampai 5 lukisan. Teman-teman yang lain sangat senang melihat lukisannya itu
kemudian dipajang dikamarnya. Nazifa hanya tersenyum melihatnya karena dia tahu
bahwa sahabatnya itu begitu merindukan kehidupan lamanya
Suatu hari saat mereka
bersama-sama menuju ke sekolah Nazifa terlihat sangat lesu dan bertanya pada
Sasha “Kamu sudah sarapan??” Sasha hanya terbingung dan terdiam, kemudian
berkata dalam hati “ini orang aneh banget sih! Gk mikirin keadaannya yang pucat
gitu,, malah nanyain aku”. Tiba-tiba saja ada darah yang keluar dari hidung
Nazifa. Syifa dan Ainun terkaget dan langsung membawa Nazifa menuju kamarnya.
Sasha terdiam dan terpaku ditempatnya, entah apa yang ada dalam pikirannya, diapun
langsung menuju ke kelas.
Beberapa menit
kemudian Syifa dan Ainun tiba di kelas dan memanggil Sasha “Sha mama, papa situ datang”.
Sashapun menuju bu Masturi untuk meminta izin menemui kedua orang tuanya yang
datang menjenguknya, dengan wajah dinginnya ia pun menuju tempat dimana papa
dan mamanya berada. Saat bertemu dengan kedua orang tuanya ia berusaha untuk
menyampaikan sesuatu yang ia pikirkan, sambil
berusah menjaga perasaan kedua orangtuanya tanpa menghilangkan sikap dinginnya
ia menyampaikan kepada kedua orang tuanya bahwa ia ingin pindah sekolah dan dia
kurang bisa beradaptasi di pondok itu. Orang tuanyapun sedih mendengarnya,
namun daripada harus melihat anak satu-satunya menderita lebih baik mereka
mengabulkan permintaan anaknya dengan satu syarat yaitu dia akan pindah setelah
selesai semester.
Semenjak mendengar
keputusan yang bijak dari kedua orang tuanya, Sasha begitu memfokuskan dirinya
dalam melukis, ia semakin gemar melukis. Kali ini lukisan Sasha terlihat lebih
ceria namun tetap dingin.
Nazifa mulai bisa
menebak sepertinya Sasha akan pindah sekolah, Nazifa begitu bingung karena akan
kehilangan salah satu sahabat yang tidak pernah menganggapnya.
Kini waktunya Sasha
untuk pindah, Nazifa terlihat begitu sedih. Bu Ningsih memeluk Nazifa dan
berkata “Nak, makasih telah membantu bahkan menjaga Sasha. Salam buat orang tuamu
ya nak!” Nazifa semakin sedih. Sasha pun pergi, dalam perjalanan Sasha melukis
pemandangan di sepanjang jalan yang ia lewati, tiba-tiba terbayang wajah Nazifa
yang begitu baik dalam benak Sasha. Dia merasa menyesal tidak pernah menganggap
Nazifa sebagai sahabat. Sashapun bertanya pada papa dan mamanya “Pa, Ma.. rapor
Sasha masih di Al Amin kan???”. “Iyy nak.. nanti kita akan kembali untuk
mengambilnya”. Sasha pun merasa masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki
perilakunya terhadap Nazifa.
Waktunya Sasha untuk
mengambil rapornya di PonPes Al-Amin.
Dengan membawa 2
lukisan ia langsung menuju ke kamarnya dulu, begitu sampai di PonPes. Terlihat
disana sedang duduk 2 teman kamarnya sewaktu masih di PonPes. “Sasha???” ucap
Syifa seakan tidak percaya atas keberadaan Sasha. Sasha malah membalasnya
dengan sebuah pertanyaan. “mana Nazifa??” dan mengulanginya lagi “mana
Nazifa???”. Ainunpun menjawab “Nazifa …” tiba-tiba Syifa menutup mulut Ainun
dan berkata “situ harus terima ini dulu, ini titipan dari Nazifa”. Sashapun
membuka sebuah kartu yang telah dihiasi sedemikian rupa dengan isi:
Perjuangan tak pernah putus karena
diikat dengan rantai iman
Mujahid tak keseorangan karena diikat
dengan rantai ukhuwah
Istiqamah dalam perjuangan sebagai
bukti keimanan
Semoga ikatan ukhuwah ini terbina
Selamanya
“mana Nazifa???” Sasha kembali bertanya
dengan mata berkaca-kaca. Ainun seperti tak bisa menahan apa yang ingin ia
sampaikan “cukup Syifa, Sasha butuh kejelasan dan aku gak mau ditahan lagi” Syifa
terdiam “Sasha, Nazifa telah meninggal” lanjut Ainun penuh kesedihan.
Sasha tak bisa menahan lagi, mata yang
berkaca-kaca kini telah menjadi hujan lebat yang tak terbendungi.
“SA..HA..BAT..KU” untuk pertama kalinya seumur hidupnya ia mengucapkan kata
sahabat,, ya Nazifalah orang yang paling tepat untuk dianggap menjadi seorang
sahabat. Syifa dan Ainun pun ikut bersedih. Lukisan yang dibawa Sasha pun
terjatuh, lukisan itu ternyata adalah lukisan wajah Nazifa. Syifapun berkata
“Sasha,, sebelum Nazifa meninggal ia berkata
‘PERSAHABATAN
TAKKAN PERNAH TERPUTUS’
Seketika bayangan-bayangan akan
kenangan itu menghilang. Yup Sasha sadar, bahwa orang dengan mata berbinar dan
senyuman manis yang sedang berada dihadapannyalah yang mengucapkan pernyataan
terakhir Nazifa padanya. Merekapun berpelukan,, dengan penuh kesedihan akan
kenangan pahit tersebut Sashapun meneteskan air mata dalam pelukan orang itu.
“Sasha…” ucap perempuan itu pelan.
Sasha tak melepaskan dekapannya pada sahabatnya itu. “Sasha…” ucapan yang sama
dengan memanggil nama Sasha seolah perempuan ini masih belum percaya akan orang
yang ia peluk adalah Sasha. “Ya,, ini nyata kamu adalah sahabat ku yang
dingin,,, Sasha!!!!” perempuan itu mulai meyakini dirinya. Namun Sasha belum
bisa berkata apapun. Sasha mengagguk meyakinkan perempuan itu.
Bahwasanya, teman-teman terbaik
adalah yang dapat menolong kita di akhirat kelak. Hanya seorang temanlah yang
dapat menolong kita, selain syafa’at-syafa’at lainnya. Karenya beruntunglah
kita, ketika kita memiliki seorang teman/sahabat yang soleh/solehah,
sesungguhnya itu adalah sebuah nikmat yang Allah berikan kepada kita. Maka dari
itu carilah seorang sahabat yang dapat membawa kita ke jalan kebaikan. Semoga
Allah mengirimkan kita kekasih yang di cintaiNya untuk menjadi sahabat dunia
dan akhirat bagi kita. Aamiin.